Laila Majenun

Minggu, 27 November 2011 by: Forum Lingkar Pena

Cerpen Hamzah Puadi Ilyas
Dimuat di Majalah Ta’dib, Edisi 45/Th.IX/November 2011

Laila - yang hampir setahun murung, melamun, dan mengurung diri - tiba-tiba berubah serta menjadi perbincangan orang banyak. Menurut cerita dari mulut ke mulut, ia sembuh lantaran meminum air zam-zam yang dibawa pulang oleh pamannya setelah menunaikan ibadah haji. Katanya lagi, entah benar atau tidak, air itu telah diberi bacaan oleh seorang syaikh di Arab Saudi.

Laila yang dulu tak tampak lagi. Sinar matanya yang semula sayu, kini musnah. Bola matanya memancarkan rona keemasan. Tajam dan tegar. Dengan pakaian warna putih yang selalu melekat di badan, ia menjelma sosok agung serta mampu mengkhilafkan banyak orang.

Perubahan pada diri Laila tidak berhenti sampai disitu. Ia juga meninggalkan pekerjaannya sebagai seniman patung. Karya-karyanya memang telah bertebaran hingga ke manca negara dan dikoleksi jutaan umat. Tak heran, Laila adalah alumni institut kesenian ternama. Satu persatu patung yang telah ia buat dan menempati ruang pamer di rumahnya berubah menjadi abu. Bahkan sebuah patung besar yang telah ditawar jutaan oleh penggemar seni pun tak luput dari kehancuran. Banyak sekali yang menyayangkan tindakan Laila.

Orang tuanya sendiri bingung, apalagi orang-orang yang selama ini memuja karyanya dan menganggap karya Laila sebagai seni tinggi. Sehingga bermunculanlah orang-orang dari seluruh media menanyakan kenapa ia menghancurkan sendiri karyanya. “Alangkah sayangnya. Beberapa karya agung harus musnah. Bukankah mengundurkan diri dari dunia seni tidak harus diikuti dengan menghancurkan karya sediri?” Begitu kata kebanyakan pengamat seni yang dimuat di berbagai media massa.

Laila menjawab, “saya tidak ingin orang-orang menjadi musyrik. Memuja patung adalah perbuatan syirik walaupun kita tidak bersujud dihadapannya. Dengan ini juga saya memerintahkan kepada kolektor di seluruh dunia yang masih menyimpan patung karya saya untuk memusnahkannya. Patung tidak akan memberikan kedamaian dan keselamatan pada umat manusia. Selamanya mereka bisu. Saya tidak ingin seperti itu. Kini saatnya saya akan membuka suara untuk menyampaikan suatu kebenaran.”

Setelah itu Laila menjadi sangat terkenal. Apalagi setelah ia memproklamirkan dirinya sebagai utusan Tuhan. Juru Selamat baru. Seluruh media cetak dan elektronik tak henti-henti memuat berita tentang dirinya. Berbagai respon bermunculan. Ada yang mengakui kebenaran kata-katanya, namun tidak sedikit yang menghujatnya. Di antara orang-orang yang menolak pengakuan itu menganggap Laila sudah gila. Sehingga dirinya kini lebih dikenal dengan sebutan Laila Majenun.

Sebenarnya cerita awalnya sederhana. Laila yang menikmati hidup sebagai seniman kaya raya dan terkenal tiba-tiba merasakan kehampaan. Apa yang dia ciptakan adalah sebuah salinan dari karyaNya. Ia hanya meniru. Kejenuhan serta kelelahan menyeruak. Batinnya bergolak. Tak pernah reda, hingga proses kreatifnya seketika mandek.

Lalu muncul pertanyaan untuk apa sebenarnya hidup ini? Ia mulai mencari jawaban. Akibat pencariannya selama beberapa tahun, lambat laun Laila memandang dunia hanya sebagai tempat mampir saja, dan hidup manusia dirasakan sebagai senda gurau belaka. Ia sama sekali tak tertarik lagi dengan pekerjaannya. Ia ingin mencari sesuatu dibalik yang kasat mata. Suatu kebenaran yang dianggapnya masih tersembunyi. Sebuah ‘Diri’, yang tak hanya menciptakan materi untuk patung-patungnya, tapi Pencipta yang telah menciptakan dirinya.

Dalam pencarian itu ia mengalami berbagai peristiwa yang akhirnya membuat fisiknya lemah. Badannya tidak mampu menopang jiwanya yang haus akan ‘kebenaran yang sesungguhnya’. Pertanyaan dalam dirinya belum terjawab. Perlahan-lahan tubuh itu semakin lemah, sedangkan pikirannya melayang-layang mencari pijakan. Hingga akhirnya air zam-zam itu yang kabarnya mampu menyembuhkannya. Banyak yang menyebutnya mukjizat. Cuma sayangnya ia bersikap sangat aneh, begitu kata kebanyakan orang. Namun tak sedikit yang kagum pada Laila.

Sebagian besar orang yang kagum pada Laila mulai menyebar berita yang bermacam-macam. Ia dikatakan memiliki kesaktian. Beritanya cepat menyebar ketika ia mampu menyembuhkan penyakit. Mereka juga percaya bahwa ia adalah utusan Tuhan atau juru selamat atas kebobrokan moral yang sedang melanda negeri ini dan mengakibatkan munculnya bencana dimana-mana. Pengikutnya sangat yakin bahwa Laila mampu memberikan jalan keluar dari setiap masalah. Ia telah dianggap seperti wali atau orang suci.

Kabar makin cepat menjalar. Secepat angin dan kedipan mata. Maka datanglah orang-orang yang putus asa dalam menghadapi hidup, terutama orang-orang yang merasa hatinya gersang dan mereka yang tidak sembuh-sembuh didera penyakit. Setiap ada kesembuhan akan menjadi berita yang berpindah bak kilat. Makin lama makin banyak orang yang menemui Laila, sehingga ia mengubah ruang pamernya yang sekarang kosong menjadi tempat pengobatan.

Bukan cuma itu, setiap malam Jum’at ia mengundang orang-orang untuk berkumpul dan mendengarkan wejangannya. Mereka harus berpakaian serba putih dan selama 24 jam sebelumnya hanya boleh makan nasi putih serta minum air putih. Laila berkata, “hati kita harus putih dan bersih, maka dari itu semua yang melekat di tubuh kita harus berwarna putih, dan yang masuk ke tubuh kita juga harus makanan yang putih serta murni. Kemurnian adalah sumber dari segala pencerahan.”

Dengan ajarannya, Laila semakin terkenal. Tapi ia makin menunjukkan berbagai keanehan. Salah satu keanehan adalah setahun kemudian perut Laila kelihatan membesar. Para jemaat di perkumpulannya mulai bertanya-tanya: Apakah Laila hamil? Satu dua orang mulai tidak percaya dengan ajaran Laila. Mereka mulai meninggalkannya karena menganggap guru mereka telah hamil di luar nikah, dan itu adalah perbuatan dosa yang tidak boleh dilakukan oleh orang suci yang telah tercerahkan.

Menyadari itu, Laila dengan cepat menceritakan kisah Maryam yang mengandung Nabi Isa. Dengan daya pikat bicaranya yang luar biasa ia berkata, “manusia kini sudah semakin keluar dari jalur kodratnya. Mereka tak lagi menyembah Sang Pencipta, tetapi benda-benda fana. Maka itu Tuhan akan kembali membimbing manusia dengan mendatangkan juru selamat yang akan lahir dari rahim saya. Karena saya memiliki jiwa yang murni dengan hati suci. Tidakkah kalian lihat Nabi Isa yang lahir dari seorang perawan suci? Tuhan, dengan kuasanya, telah menjadikan saya seperti Maryam. Saya jelas sekali mendengar bisikan-Nya setiap malam yang disampaikan oleh malaikat Jibril, Sang Ruhul Kudus.”

Banyak yang kemudian masih tetap mengikuti Laila walau kini jumlahnya berkurang. Bagi mereka yang percaya, Laila benar-benar akan melahirkan seorang juru selamat baru. Anggapan ini datang dari mereka yang telah sangat muak akan perilaku manusia yang telah berubah bagai hewan. Malah kata mereka hewan kini lebih berharga dari manusia. Lihatlah anjing-anjing yang tinggal di rumah mewah. Mereka lebih disayang dari pada gelandangan dan orang-orang miskin. Bau anjing-anjing itu bahkan jauh lebih wangi. Derajat manusia telah jatuh di bawah anjing.

Laila kemudian melahirkan bayi perempuan.

“Mengapa bayi guru perempuan?” Tanya salah seorang pengikut saat mereka berkumpul. Kini jumlahnya tinggal puluhan.

“Seorang juru selamat tidak harus laki-laki. Bahwa yang menjadi pemimpin haruslah laki-laki adalah gagasan yang selalu didengungkan oleh jiwa-jiwa kerdil yang haus akan kekuasaan. Sebenarnya mereka hanya takut tersingkir. Mereka tidak mampu bersaing.”

“Tapi selama ini yang dikirim Tuhan selalu laki-laki. Lihatlah orang-orang suci yang berada di seluruh kitab-kitab?”

Laila diam. Warna keemasan matanya mengarah ke seluruh pengikutnya. Mereka semua tertunduk. Sebentar lagi guru mereka akan mengeluarkan untaian mutiara dari mulutnya.

“Lihatlah diri saya. Bukankah saya juga adalah perempuan, dan saya selama ini telah memurnikan hati kalian. Sehingga kalian tidak hidup dalam kesengsaraan duniawi. Hidup kalian menjadi tenteram bukan. Coba seandainya kalian masih memikirkan harta dunia? Pasti hidup kalian semakin gersang dan mata batin kalian semakin tertutup. Lagi pula, orang-orang suci yang namanya tercantum dalam kitab-kitab itu juga lahir dari rahim perempuan.”

Para pengikutnya mengangguk. Mereka menyadari alangkah indahnya berada di dekat Laila. Mereka tak lagi gelisah dengan segala harta dunia yang selama ini mereka cari dengan susah payah, lalu ditumpuk, diiringi ketakutan akan kehilangan. Sebelumnya mereka merasa bagai budak yang selalu dipaksa untuk memenuhi kebutuhan nafsu perut, bawah dan atas perut.

Laila melanjutkan kata-katanya, “jika kalian meneliti seluruh kitab-kitab suci yang ada di dunia, kalian akan mengetahui bahwa ada simbol-simbol tersembunyi yang mengatakan akan datang seorang juru selamat yang berjenis kelamin sama dengan ibunya.” Orang-orang yang berada di ruangan itu kembali mengangguk. Bahkan ada beberapa yang menitikkan air mata, lalu mengangkat tangan mereka dan bersujud di depan Laila.

Dengan gencar media kembali meliput kegiatan Laila dan pengikutnya. Beberapa orang merasa penasaran. Mereka menyusup ke dalam jemaat itu selama beberapa minggu, kemudian melaporkan kepada atasan mereka semua kegiatan yang dilakukan dengan membawa buku-buku yang sudah ditulis oleh Laila. Buku-buku tulisan Laila memang sudah diedarkan dan sangat laris. Hanya dalam waktu beberapa bulan saja telah dicetak ulang beberapa kali.

Beberapa minggu kemudian ada pengumuman resmi yang mengatakan bahwa ajaran Laila sesat. Laila yang selama ini mengaku dibimbing oleh Jibril ditolak oleh orang-orang itu. Mereka mengatakan iblislah yang telah membimbing Laila dan membutakan mata serta hatinya. Ia hanya diberi ilusi dan seolah-olah ia adalah juru selamat utusan Tuhan. Kembali kata-kata ‘Laila Majenun’ menjadi sangat terkenal. Dan ia diminta segera bertobat, kembali ke jalan lurus sesuai dengan ajaran murni yang penafsirannya telah disepakati bersama.

Reaksi orang-orang bermacam-macam. Ada yang mendukung dengan alasan hak asasi manusia, ada juga yang menolak. Seorang intelektual bahkan ada yang membelanya dengan mengatakan bahwa banyak pengikut Laila yang berubah menjadi baik. “Bukankah itu tidak melanggar prinsip-prinsip agama manapun?” Kata intelektual itu. Ia lalu melanjutkan kata-katanya, “biarkan mereka menyembah Sang Pencipta dengan cara mereka sendiri, selama itu tidak merugikan siapa pun. Semua manusia yang baik dan menyembah Tuhan pasti akan masuk surga. Terserah bagaimana mereka melakukannya.”

Namun, jumlah orang yang mencelanya jauh lebih banyak. Bahkan akhirnya ada sekelompok orang yang tidak sabaran mendatangi Laila dan pengikutnya saat mereka sedang berkumpul. Orang-orang yang tidak setuju itu membakar rumah Laila sambil meneriakkan ucapan Tuhan Maha Besar, seolah-olah Tuhan merestui tindakan mereka. Untung kedua orang tua Laila telah lebih dahulu mengungsi ke kampung halaman. Mereka juga takut dan bingung dengan perubahan pada diri anaknya dan reaksi orang-orang.

Tapi Laila tidak pernah patah semangat. Ia selalu menghibur pengikutnya dengan menceritakan kisah nabi-nabi dan orang-orang suci yang selalu mendapat halangan dan rintangan saat menyebarkan kebenaran di muka bumi.

“Kita harus maklum.” Kata Laila. “Mereka adalah orang-orang bodoh. Orang-orang yang tak mampu melihat kebenaran karena hati mereka tertutup oleh debu-debu duniawi. Kalau saja mereka mau melihat dengan mata batin? Sayang, mereka hanya mampu melihat wujud kasar.”

Laila berkata sambil menggendong anaknya yang tertidur. Kini kemana-mana ia membawa anak itu yang katanya akan dipersiapkan untuk menjadi juru selamat baru. Selanjutnya ia mengatakan bahwa anak itu akan dibimbing oleh Jibril untuk membawa generasi berikutnya menuju kekekalan yang indah nan abadi.

Melihat kemarahan dari banyak orang dan selalu dikejar-kejar, pelan-pelan Laila mulai ditinggalkan oleh pengikutnya. Bahkan salah seorang bersaksi di televisi bahwa ia seperti tersihir oleh kharisma Laila. Sehingga ia menganggap Laila benar-benar sebagai penyelamat manusia dan utusan Tuhan yang hadir di akhir zaman.

Dari ratusan akhirnya kini pengikut Laila hanya tinggal puluhan.

“Inilah saatnya.” Kata Laila.

“Saatnya untuk apa guru?”

“Saatnya untuk menemui Dia.”

“Sang Pencipta?”

“Ya.” Kata Laila. Suaranya sangat tenang. “Kalianlah orang-orang yang terpilih. Kalian akan bahagia selama-lamanya. Nanti akan datang lagi generasi baru yang akan dipimpin oleh anak saya. Lalu anak saya akan melahirkan seorang anak lagi. Begitu seterusnya. Karena di setiap generasi akan muncul juru selamat dan pembimbing baru. Merekalah yang akan menjaga rambu-rambu, tapi sayangnya kebanyakan manusia tidak mengerti. Padahal tanda-tandanya bertebaran dimana-mana. Seluruh kitab suci mencatatnya.”

Laila lalu meninggalkan anaknya yang tertidur di sebuah pondok kecil beberapa ratus meter dari pondok mereka yang terpencil. Di pondok itu ia dan belasan pengikutnya telah membungkus diri dengan pakaian serba putih. Lelaki dan perempuan telah mencukur seluruh rambut yang tumbuh di tubuh mereka.

“Jangan lupa minum air putih.” Perintah Laila. “Air itu akan membersihkan sisa-sisa kotoran yang masih ada di tubuh kalian.” Mereka mengikuti apa pun perintah Laila.

Laila dan pengikutnya membentuk lingkaran. Tangan mereka saling mengapit. Lalu terdengar suara-suara senada. Tak lama kemudian mereka kelihatan berada di ambang ketidaksadaran. Mereka terus bergerak. Sampai akhirnya lingkaran itu berputar bagai sebuah roda.


Tiba-tiba muncul titik-titik api yang lambat laun melahap pondok itu. Mereka tak peduli. Mereka terus saja berputar sambil melantunkan syair-syair yang menyayat. Syair-syair penjemputan guna menyongsong keabadian yang tenteram di dunia lain. Dunia kekal yang bebas dari hujatan dan belitan nafsu.

Kini mereka telah terkepung api. Suara-suara itu terus melengking, lalu perlahan melemah, sampai akhirnya tidak terdengar sama sekali. Kini yang tinggal hanya batang-batang kayu dan sisa-sisa tubuh berwarna hitam dan beraroma sate.

Tempat yang jauh dari pemukiman itu kini tak lagi menyuarakan apa-apa, tidak juga nyanyian binatang. Beberapa jam lagi matahari akan muncul. Tapi di sebuah pondok kecil ada cahaya keemasan. Seorang anak kecil telah membuka matanya. Ia tidak menangis. Mata itu bersinar keemasan. Mirip sekali dengan mata Laila.